René Descartes (IPA:
ʀəˈne deˈkaʀt; lahir di La Haye,
Perancis, 31 Maret 1596 – meninggal di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650 pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus
Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours
de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641).
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat
Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir
paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi
generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa
yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi
filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya
tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir.
Dalam bahasa Latin
kalimat ini adalah: cogito ergo sum
sedangkan dalam bahasa Perancis
adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah:
"Aku berpikir
maka aku ada". (Ing: I
think, therefore I am)
Meski paling dikenal karena karya-karya filosofinya, dia
juga telah terkenal sebagai pencipta sistem
koordinat Kartesius, yang memengaruhi perkembangan kalkulus modern.
Ia juga pernah menulis
buku Sekitar tahun 1629 yang berjudul Rules for the Direction of the Mind yang memberikan
garis-garis besar metodenya. Tetapi, buku ini tidak komplit dan tampaknya ia
tidak berniat menerbitkannya. Diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima
puluh tahun sesudah Descartes tiada. Dari tahun 1630 sampai 1634, Descartes
menggunakan metodenya dalam penelitian ilmiah. Untuk mempelajari lebih mendalam
tentang anatomi dan fisiologi, dia melakukan penjajagan secara terpisah-pisah.
Dia bergumul dalam bidang-bidang yang berdiri sendiri seperti optik,
meteorologi, matematik dan pelbagai cabang ilmu lainnya.
Sedikitnya ada lima
ide Descartes yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran Eropa: (a)
pandangan mekanisnya mengenai alam semesta; (b) sikapnya yang positif terhadap
penjajagan ilmiah; (c) tekanan yang, diletakkannya pada penggunaan matematika
dalam ilmu pengetahuan; (d) pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptis; dan
(e) penitikpusatan perhatian terhadap epistemologi.
Pengetahuan yang Pasti
Karya filsafat Descrates dapat dipahami dalam bingkai
konteks pemikiran pada masanya, yakni adanya pertentangan antara scholasticism
dengan keilmuan baru galilean-copernican. Atas dasar tersebut ia dengan misi
filsafatnya berusaha mendapatkan pengetahuan yang tidak dapat diragukan.
Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang ada, yang kemudian
mengantarkannya pada kesimpulan bahwa pengetahuan yang ia kategorikan ke dalam
tiga bagian dapat diragukan.
Ø Pengetahuan yang
berasal dari pengalaman inderawi dapat diragukan, semisal kita memasukan kayu
lurus kedalam air maka akan nampak bengkok
Ø Fakta umum tentang
dunia semisal api itu panas dan benda yang berat akan jatuh juga dapat
diragukan. Descrates menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang sama
berkali-kali dan dari situ kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut
Ø Logika dan
Matematikaprinsip-prinsip logika dan matematika juga ia ragukan. Ia menyatakan
bagaimana jika ada suatu mahluk yang berkuasa memasukan ilusi dalam pikiran
kita, dengan kata lain kita berada dalam suatu matrix.
Dari keraguan tersebut, Descrates hendak mencari
pengetahuan apa yang tidak dapat diragukan. Yang akhirnya mengantarkan pada
premisnya Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada). Baginya
eksistensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat
diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya
tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak dapat diragukan lagi
bahwa pikiran itu sendiri eksis/ada.
Pikiran sendiri bagi Descrates ialah suatu benda berpikir
yang bersifat mental ( res cogitans ) bukan bersifat fisik atau
material. Dari prinsip awal bahwa pikiran itu eksis descrates melanjutkan
filsafatnya untuk membuktikan bahwa tuhan dan benda-benda itu ada.
Ontologi Tuhan dan Benda
Berangkat dari
pembuktiannya bahwa pikiran itu eksis, filsafatnya membuktikan bahwa tuhan ada
dan kemudian membuktikan bahwa benda material ada.
Descrates mendasarkan
akan adanya tuhan pada prinsip bahwa sebab harus lebih besar, sempurna, baik
dari akibat. Dalam pikiran Descrates ia memiliki suatu gagasan tentang tuhan
adalah suatu mahluk sempurna yang tak terhingga. Gagasan tersebut tidak mungkin
muncul/disebabkan oleh pengalaman dan pikiran diri sendiri, karena kedua hal
tersebut merupakan sesuatu yang tidak sempurna dan dapat diragukan sehingga
tidak memenuhi prinsip sebab lebih sempurna dari akibat. Gagasan tentang tuhan
yang ada dalam kepala (sebagai akibat) hanya bisa disebabkan oleh sebuah mahluk
sempurna yang menaruhnya dalam pikiran saya, yakni tuhan.
Setelah membuktikan
adanya tuhan, Descrates membuktikan bahwa benda material itu eksis. Ia
menyatakan bahwa tuhan menciptakan manusia dengan ketidakmampuan untuk
membuktikan bahwa benda material itu sejatinya tidak ada. Bahkan tuhan
menciptakan manusia untuk memiliki kecenderungan pemahaman bahwa benda material
itu eksis. Apabila pemahaman benda material eksis hanya merupakan sebuah
matriks kompleks yang menipu pikiran manusia, itu berarti tuhan adalah penipu,
dan bagi descrates penipu ialah ketidaksempurnaan. Padahal tuhan ialah mahluk
yang sempurna, oleh karena itu tuhan tidak mungkin menipu, sehingga benda
material itu pastilah ada.
Metafisika
Bagi Descrates,
realitas terdiri dari tiga hal. Takni benda material yang terbatas(objek-objek
fisik seperti meja, kursi, tubuh manusia,dsb), benda mental-non material yang
terbatas (pikiran dan jiwa manusia), serta benda mental yang tak terbatas
(Tuhan).
Ia juga membedakan
antara pikiran manusia dan tubuh fisik manusia. Pembagian ini juga
mengantarkannya pada pembagian keilmuan. Realitas material sebagai ranah bagi
keilmuan baru yang di bawa galileo dan copernicus, realitas mental bagi
keilmuan dalam bidang agama, etika, dan sejenisnya.
Namun, dualismenya ini
juga yang kerap kali menjadi kritikan bagi berbagai filsuf lainnya seperti
Barkley misalnya. Problem utama dari dualisme tersebut ialah bagaimana pikiran
dan tubuh berinteraksi satu sama lainnya. serta terjebak dalam pilihan ekstrim,
baginya benda hidup selain manusia(cth:hewan) tidak memiliki pikiran dan jiwa,
sehingga hanya dipandang sebagai bentuk material sama halnya seperti mesin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar